Pengobatan TBC Tak Sembuh-sembuh, Ternyata Kanker Getah Bening

Intan Khasanah sia-sia menjalani pengobatan TBC selama delapan bulan. Diagnosisnya itu salah. Alih-alih TBC, ternyata ia mengidap kanker kelenjar getah bening.
Jakarta, CNN Indonesia

Intan Khasanah mungkin tak menyangka. Diagnosis TBC yang diterimanya adalah ‘palsu’. Alih-alih TBC, ternyata ia mengidap limfoma atau kanker kelenjar getah bening.

Read More

Selama delapan bulan pengobatan TBC pun sia-sia dijalani Intan. Tak ada hasil yang signifikan. Yang ada justru kenyataan soal penyakit kronis lain yang menjalar di tubuhnya.

Cerita dimulai pada tahun 2013 lalu. Kala itu, Intan menemukan kemunculan benjolan di leher. Pemeriksaan ke dokter menyebutkan bahwa Intan terkena TBC.

Segala proses pemeriksaan sampai pengobatan dilakoni selama 8 bulan. Namun bukan membaik, kondisinya malah menurun. Intan tidak sanggup beraktivitas, gampang lelah, dan malah ada cairan di paru.

“Waktu itu mau naik kelas 3 SMA, sibuk persiapan UN, tapi ini semua terjadi. Saya masuk ICU, sampai pasang ventilator, koma. Pada menyangka kayaknya ini anak bakal meninggal, tapi ternyata malaikat belum mau menangkap saya,” kenang Intan saat temu media di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Jumat (15/9).

Setelah 10 hari dirawat, ventilator dilepas dan ia diterbangkan dari kampung halamannya di Pekanbaru, Riau ke Jakarta. Setelah pemeriksaan, ternyata Intan tidak mengalami TBC, tetapi limfoma hodgkin stadium 4.

Ibarat misteri yang terpecahkan, diagnosis limfoma justru membuatnya lega. Selama 8 bulan pengobatan TBC, ia tak merasa seperti pasien TBC pada umumnya.

“Mungkin yang lainnya pada nangis, kayak jedar [kaget]. Saya enggak nangis, tapi lega. Pertama kali nangis pas lihat rambut rontok [karena kemoterapi], saya mau foto buku tahunan SMA,” katanya disusul tawa.

Perjuangan ‘part 2’




Ilustrasi. Kanker kelenjar getah bening sering disalahartikan sebagai TBC. (iStockphoto/Prostock-Studio)

Sejak diagnosis limfoma, ia menjalani serangkaian terapi, termasuk kemoterapi dan radioterapi. Terapi harus tertib dilakukan, tapi Intan sempat ‘kabur’. Intan ingin menikmati masa-masanya menjadi mahasiswa batu.

Ia aktif dalam berbagai kegiatan kampus, salah satunya BEM. Akibatnya, Intan mengalami relaps atau kambuh.

“Kambuhnya di saraf tulang belakang. Sempat operasi saraf, sebab kalau telat bisa lumpuh total. Itu mimpi buruk karena saya suka dance,” ujarnya.

Operasi pun dilakoni, tapi masalah tak berhenti sampai di situ. Intan masih harus terapi layaknya mengajari bayi baru lahir mulai dari mengangkat kepala, duduk, dan berjalan.

Ia sempat bertanya-tanya apa tubuhnya bisa kembali normal, sebab ia sama sekali tidak bisa merasakan kakinya sendiri. Namun, perjuangannya menuai buah yang manis.

Pada 2018, ia memberanikan diri mengikuti Borobudur Marathon sepanjang 10 kilometer. Ia berhasil menjalaninya.

Disusul lagi kabar gembira pada 2019 yang menyebutkan bahwa dirinya remisi atau bebas dari sel kanker.

“Ini mukjizat. Desember rencana scan lagi, kalau bersih, saya remisi,” katanya sumringah.

Buatnya, cukup sudah momen penuh tanda tanya di 2013 lalu. Ia memilih tahu apa masalahnya dan menjalani solusinya.

Limfoma yang diidapnya memang menuntut perjuangan dan air mata. Namun, semua dijalani sembari bersyukur.

“Saya pejuang kanker. Saya enggak suka disebut penderita. Enggak pengin dianggap beda, dikasihani,” katanya.

(els/asr)


[Gambas:Video CNN]




Sumber: www.cnnindonesia.com

Related posts