Melihat dari Dekat Musamus, Istana Semut Daya Tarik Wisata Merauke

Sekitar 70 kilometer dari pusat Kabupaten Merauke, di wilayah Distrik Kurik, beragam Musamus alias sarang semut, dengan ketinggian yang variatif bisa dijumpai.
Jakarta, CNN Indonesia

Sepanjang jalan menyusuri Merauke di Papua Selatan, mata kerap menangkap gundukan tanah yang menarik perhatian. Tingginya variatif, mulai dari setinggi betis hingga mencapai sekitar dua meter. Gatal rasanya apabila tidak bertanya kepada warga lokal, apa sebutan benda atau keanekaragaman hewani tersebut.

Read More

‘Musamus’ begitu warga Merauke menyebut gundukan itu. Sebuah sebutan untuk sarang semut yang bentuknya unik bak arca atau stalakmit di goa. Warnanya coklat kemerahan, ada pula yang kuning kecoklatan.

Setelah didekati, tekstur permukaan sarang semut atau rayap ini berlekuk-lekuk dan berongga. Tidak hanya tempat tinggal, rongga yang ada itu juga berfungsi menjadi ventilasi yang dapat menjaga suhu tetap stabil agar terlindung dari perubahan suhu ekstrem, bahkan dari kebakaran hutan sekalipun. Koloni itu ternyata telah membangun istananya dengan kuat dan kokoh.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekitar 70 kilometer dari pusat Kabupaten Merauke, di wilayah Distrik Kurik, beragam Musamus dengan ketinggian yang variatif bisa dijumpai. Bahkan lebih dari seribu mungkin apabila dihitung dari luar area wisata atau dekat permukiman warga di ladang sapi.

‘Wisata 1.000 Musamus Salor Indah’ menyajikan hamparan rumput hijau yang dipenuhi Musamus. Bahkan ketinggiannya bisa mencapai 3 meter. Pengunjung dibebaskan mendekat, tapi diwanti-wanti agar jangan menyentuh Musamus. Takut merusak mahakarya sang hewan mungil itu.

Pengelola Kelompok Sadar Wisata 1.000 Musamus, Darmadi menyebut asal mula tempat wisata ini berdiri circa 2019. Kala itu, masyarakat setempat yang mayoritas transmigran kedatangan sekelompok peneliti.

Selain meneliti terkait Musamus, mereka juga menghitung jumlah Musamus di area itu yang terhitung sekitar 1.000 buah. Sehingga muncul ide untuk mengembangkan kawasan tersebut sebagai tempat wisata dan memperkenalkannya lewat media sosial.

“Musamus ini juga sudah ada bertahun-tahun, ini ada yang bahkan tingginya 3 meter. Usianya ada yang sampai 20 tahun. Terus tumbuh sampai segede ini. Hanya ada di Merauke,” kata Darmadi saat ditemui di lokasi, Selasa (14/11).




Di Distrik Kurik, Merauke, Papua, bisa ditemui banyak Musamus dengan ketinggian yang beragam sehingga jadi daya tarik wisatawan. (CNN Indonesia/ Khaira Ummah Junaedi Putri)

Musamus di Salor, kata dia, memang lebih menarik. Selain jumlahnya yang banyak, juga ditunjang oleh lanskap alam yang apik. Padang tempat gembala sapi, dicampur khas tanah Indonesia Timur yang gersang, membuat penampakan wisata itu di berbagai sisi bak di Savana Afrika.

Namun, tampak pula ada satu atau dua Musamus yang rusak. Darmadi menyebut kondisi itu terjadi karena ada pengunjung ‘nakal’ yang kerap menyentuh Musamus tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah setempat menurutnya berencana untuk memagari setiap Musamus di sana.

“Perawatannya gampang, asal tidak bersentuhan dengan tangan manusia, supaya tidak mati. Rumputnya juga yang ada di sana tidak perlu kita tanggalkan, biarkan seperti itu, supaya nanti dipakai untuk pertumbuhannya,” kata dia.

Tidak ada biaya retribusi masuk wisata alam yang cukup unik ini. Pada akhir pekan, biasanya Wisata 1.000 Musamus ramai dikunjungi wisatawan dari kota. Rata-rata pengunjung harian memang menurun bila dibandingkan saat pertama kali tempat itu diresmikan menjadi tempat wisata.




Sekitar 70 kilometer dari pusat Kabupaten Merauke, di wilayah Distrik Kurik, beragam Musamus dengan ketinggian yang variatif bisa dijumpai. Bahkan lebih dari seribu mungkin apabila dihitung dari luar area wisata atau dekat permukiman warga di ladang sapi.Wisata 1.000 Musamus Salor Indah di Merauke. (CNN Indonesia/ Khaira Ummah Junaedi Putri)

Saat ini, rata-rata terhitung hanya sekitar 40-100 orang yang mengunjungi tempat berluas 29 hektar itu per pekannya. Tidak ada inovasi alias masih begitu-begitu saja, pikir Darmadi, sehingga jumlah wisatawan mulai stagnan bahkan menurun.

“Sekarang ya memang cenderung sepi, karena di sini enggak ada perubahan, tidak ada pembaruan yang lain kan,” ujar pria transmigran asal Jawa itu.

(wiw)

[Gambas:Video CNN]



Sumber: www.cnnindonesia.com

Related posts