Nyamuk Wolbachia dinilai ampuh mengurangi penyebaran demam berdarah dengue (DBD). Nyamuk ini disebut bisa menghambat pertumbuhan virus Dengue penyebab DBD.
Lantas, apakah kemunculan nyamuk Wolbachia ini bisa mengganti proses fogging nyamuk penyebab DBD?
Peneliti utama riset nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta Adi Utarini, yang juga merupakan Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan, nyamuk Wolbachia memang bisa menurunkan kasus dengue sebesar 77,1 persen. Selain itu, kasus rawat inap akibat demam berdarah juga bisa turun hingga 86 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, efektivitas yang cukup tinggi ini tidak bisa menggantikan proses fogging. Profesor yang kerap dipanggil Uut ini mengatakan, fogging tetap harus dilakukan, namun dengan intensitas yang lebih sedikit.
“Dulu fogging sering dilakukan, sekarang bisa dikurangi intensitasnya. Tapi bukan berarti hilang sama sekali. Fogging itu tetap ada, kan bukan nyamuk Dengue saja yang ada di alam,” kata Uut.
Namun demikian, ia tak merinci efek fogging terhadap nyamuk ber-Wolbachia.
Penelitian belasan tahun
Dalam kesempatan itu, Uut juga menjelaskan pihaknya telah melakukan penelitian terkait nyamuk ber-Wolbachia selama hampir 12 tahun, yakni sejak 2011 lalu. Kurang lebih ada 24 ahli yang terlibat dalam penelitian ini.
Uji coba untuk menilai efektivitas dari nyamuk Wolbachia dalam memerangi demam berdarah terus dilakukan hingga mencapai hasil yang positif. Para ahli juga telah mempertimbangkan berbagai risiko negatif yang bisa muncul saat nyamuk dilepaskan ke alam.
“Dan hasilnya, risiko sangat amat rendah. Nyamuk terbukti efektif untuk melawan virus Dengue,” kata dia.
Dia juga memastikan, penggunaan bakteri Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti ini juga tanpa rekayasa genetik dan tidak akan mencemari lingkungan. Tak ada bahan kimia berbahaya yang terlibat dalam penelitian ini.
“Kalau fogging kita tahu dia berasal dari kimia dan, ya, sometimes dia berbahaya. Tapi kalau Wolbachia ini tidak. Dia tidak akan mencemari lingkungan biotik maupun abiotik,” jelasnya.
(tst/asr)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: www.cnnindonesia.com